23 September 2014

Jempol yang Melepuh


Sabtu 20 September lalu, saya memasak sayur asem, tempe goreng, ikan asin, dan sambal untuk makan siang. Seperti biasanya jika saya mengerjakan pekerjaan rumah, Zeta akan menawarkan dirinya untuk membantu saya. “Bun, aku bantuin ya.” Tentu saja realita sesungguhnya adalah bermain dan mengacak-ngacak.

Zeta membantu dengan memasukkan jagung, labu siam, dan kacang panjang satu persatu ke dalam panci yang berisi air mendidih. Berkali-kali aku harus berkata, “Hati-hati ya, panas”. Dan Zeta selalu menjawabnya, “Iyalah. Aku kan udah gede.”

Zeta kemudian menghentikan memasukan sayuran ke dalam panci, karena dia tertarik dengan pekerjaan yang saya lakukan: memotong tempe dan mencelupnya ke dalam air garam. “Aku aja. Aku aja, ya.” Dengan semangat, Zeta mencelupkan tempe yang sudah diiris tadi, lalu meremas-remasnya, hingga ada beberapa potong tempe yang hancur. -___-


Untuk menyelamatkan potongan tempe lainnya yang masih utuh, segera saja saya goreng. Zeta segera berhenti meremas-remas tempe, dan berkata. “Aku aja yang goreng.” Tak membutuhkan waktu yang lama Zeta sudah memegang sodet yang diambilnya dari rak piring.

Zeta mulai membolak-balik tempe yang mulai berwarna kecokelatan. Tak lama kemudian, Zeta melepaskan sodet dan berteriak, “Panas...panas.” Dan menunjukkan jarinya. Saya segera membawanya ke kamar mandi dan mengucuri jarinya dengan air keran. Zeta berteriak, “Sakit...sakit.” Lama-lama dia tidak mau. Aku menawarinya dikompres dengan air es. Zeta menolaknya. Zeta tetap menangis dan teriak. Lalu saya mengajaknya berbarik di kasur, dan memeluknya. Zeta mesih menangis dan berteriak. Aku meniup jarinya yang mulai membengkak. Beberapa kali aku menawarinya untuk mengompres dengan air es, dia tetap menolaknya.

Aku tetap meniup luka itu. Dia mulai tenang. Tangisnya mereda. Dan mulut saya juga mulai terasa pegal -___-

Saya teringat sama masakan saya. Sayur asem saya, yang mungkin sudah melayu. Melihat Zeta sudah mulai tenang, saya bertanya, “Boleh aku masak lagi?”

“Boleh. Tapi aku gak mau bantuin.”

"Gak apa-apa. Santai, cuy. Makasih ya."

Saya segera menyelesaikan pekerjaan memasak saya. Nasi, sayur asem, tempe goreng, ikan asin, dan sambal pun matang.

“Ayo makan...”

“Gak mau.”

“ Ya sudah, aku makan dulu ya.”

Aku makan. Dan Zeta menonton film kartun Peppe Pig di internet.

Tak lama dia berceloteh, “Aku mau makan. Tapi aku gak mau makan sendiri. Tanganku sakit.”

“Aku habiskan makanku dulu ya. Tunggu sebentar, ya.”

Setelah makanku selesai, lantas aku menyuapi Zeta. Yang biasanya dia tidak begitu menyukai tempe, tetiba dia sangat menyukainya hingga tempe yang sudah digoreng tadi ludes. Nasi dan sayur asem pun habis dua piring.

Selesai semua, rasa kantuk mulai menyerang saya (biasa, penyakit kalau habis makan ). Saya lalu mengajak Zeta tidur. Kami rebahan di kasur.

“Udah gak sakit lho.” Dia menunjukkan jempolnya yang bengkak dan melepuh.”

“Wah... keren, dong. Besok bantuin aku masak lagi ya?”

“Iya, dong, Aku kan udah gede.”

Kupeluk. Kucium pipinya.

“blablablablabla”

”...zzzzzz...”

#ZapataRaKean

#ZapataRaKean

No comments: