27 June 2005

udah 2 minggu aku kerja. sudah 2 minggu aku mencoba jadi buruh pabrik di ... . damn!! ternyata memang menyedihkan. hmmm.. gini ya rasanya jadi buruh... mungkin bentar lagi aku keluar. aku ga tahan. mungkin cukup sudah aku melakukan program 3 sama untuk menyelesaikan novelku. sama makan, sama tinggal, dan yang sedang kulakukan sekarang sama kerja.. saatnya untuk menulis lagi. mudah-mudahan dapet rohnya. saatnya cari kerja yang asyik lagi. aku kangen nyilnyil, kucingku yang manja.

Sabtu Tak Pernah Datang


Sekeloa, 15.08 WIB


Siapa yang datang beratus tahun lalu
Yang membawa senjata dan peluru
Yang memaksa membangun sepur dengan palu
Yang menciptakan gedung-gedung dengan batu
Kau!

...

Sebuah puisi yang tak kau selesaikan. Tak sengaja aku membacanya kembali d iantara file-file yang kau simpan di komputerku. Kau yang hampir terlupakan. Dan mungkin akan terlupakan jika saja aku langsung mendelete file-file yang kuanggap sampah itu.

Kau akan menunggu lama.

Kalimat itulah yang kau tulis di notes yang menempel di pintu kamar kostku. Kalimat yang baru saja kumengerti. Bahwa kau benar-benar pergi. Lama. Dan entah kapan kembali. Kalimat itu pula yang memaksaku untuk selalu menunggumu. Bahkan mencarimu.

*

Pertengahan September yang panas adalah pertemuan pertama denganmu. Ketika seorang tukang bakso tak sengaja memecahkan dua lusin mangkoknya sebab dikejar-kejar aparat ketertiban umum. Ketika hujan tak kunjung turun dan harga bawang merah naik menjadi Rp. 8.000,-/kg. Ketika Ali sahabatmu menarik tangan seorang gadis untuk menemaninya bernyanyi dangdut.

Aku melihatmu pada acara dies natalis kampus di lapangan parkir siang itu. Pada tahun pertama aku menjadi mahasiswa. Kau memakai kaos berwarna tanah, celana jins, dan sepatu kets yang sudah belel. Tangan kananmu memegang megaphone dan berpuisi. Kau seperti Federico Garcia Lorca yang membaca puisi untuk kekasihnya, sehari sebelum dia dieksekusi oleh rezim fasis Spanyol masa Fransisco Franco.