Nama saya Agnes Chintami. Saya lahir di Tasikmalaya pada
hari Sabtu bulan 14 November tahun 1982. Saya anak pertama dari 4 bersaudara. 1
laki-laki dan 3 perempuan. Nama kecil saya Puput. Puput? Dari mana? Ini nama
lengkap saya; Agnes Chintami Sutarno Putri. Nah, sekarang sudah jelas kan,
kenapa keluarga memanggil saya Puput. Kata Mama, ketika saya masih bayi, Ayah
malah memanggil saya Putri. Tapi Mama protes. Putri itu berkesan feodal. Maka,
pilihan tepatnya adalah Puput.
Cita-cita
semasa kecil adalah menjadi penari. Maka, saya pun ikut sanggar tari
tradisional di dekat tempat saya tinggal. Ketika SD, saya penggemar berat acara
olahraga segmen ski balet di hari Minggu TVRI. Dan saat itu pula, keinginan
menjadi penari balet begitu kuat. Alasannya sederhana, saya suka musik klasik
yang mengiringi para penari. Alasan kedua, saya jatuh cinta dengan kostumnya
yang indah. Alasan ketiga, gerakan tubuh yang begitu lentur dan luwes serta
mimik wajah seorang penari balet begitu sendu, muram, dan misterius. Ketika SMP
kelas 1, saya mengalami cedera engkel kanan yang parah ketika saya olahraga
volli di sekolah. Sehingga saya harus puasa menari selama 2 tahun. Saya
mengalami trauma secara fisik dan mental. Sejak saat itu saya memutuskan untuk
menghentikan mimpi saya menjadi penari, sekaligus membenci olahraga volli.
Saya mulai menulis cerita fiksi ketika saya kelas 4 SD.
Berawal karena saya begitu takjub dengan film kartun Cinderella dan film Gone With The Wind. Cerita-cerita yang
saya tulis saat itu kebanyakan cerita tentang putri yang dibuang dan anak kecil
yang suka disiksa orang tuanya. Ketika SMP saya
menulis cerita bersambung remaja untuk majalah dinding sekolah.
Berjudul, Agni Pemberani. Yang
menceritakan tentang seorang cewek remaja
yang usil, nakal, pemberontak, banyak akal pemberani, dan suka menolong sesama.
Semuanya ditulis dengan tulisan tangan, diberi hiasan, kemudian ditempel.
Masa SMA, di SMAN 2 Tasikmalaya, adalah masa remaja yang
indah bagi saya. Saya mulai eksplorasi banyak hal. Mulai dari hal-hal yang
mungkin orang anggap negatif sampai positif. Semasa sekolah saya aktif di ekstrakulikuler
teater, bernama Teater Elips dan ikut sanggat teater Ambang Wuruk Tasikmalaya. Masa
itu saya menulis naskah operet, naskah drama dan monolog remaja. Naskah-naskah
tersebut dipentaskan di sekolah dan Gedung Kesenian Tasikmalaya. Ketika di
teater itulah, saya mulai banyak berkenalan dengan buku-buku. Dan mulai belajar
menulis puisi dan cerita pendek dewasa.
Setelah tamat SMA tahun 2000, saya hijrah ke Bandung.
Melanjutkan kuliah di Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran. Namun,
saya mulai mandeg menulis. Organisasi mahasiswa yang saya ikuti ketika itu,
membuat saya takut untuk menulis. Saya takut cerita saya terlalu liar, terlalu
absurd, terlalu seronok, dan tidak berpihak dengan kaum marginal.
Saya adalah penggemar akut kue, roti, dan buah. Menurut
saya, kue dan roti adalah ciptaan manusia terkuno dan terbrilian. Dari
segenggam tepung, segelas susu, dan bahan lain yang disediakan semesta bisa
tercipta sebuah makanan yang bertekstur unik, enak dimakan, dan indah
dipandang. Saya bisa membuat bolu jenis sponge
cake ketika saya kelas 4 SD. Saya belajar dari Mama. Mama belajar dari
neneknya. Uyut saya belajar baking di sekolah keputrian Belanda. Saya bisa
berjam-jam bahkan seharian di dapur, untuk mencoba resep kue terbaru. Saya
pernah 2 malam tidur di dapur ketika membuat kue lebaran untuk keluarga.
Saya suka jalan-jalan. Bukan travelling ke tempat wisata. Hanya jalan-jalan menyusuri trotoar kota, jalanan atau-gang-gang yang belum pernah dilewati. Juga menyukai suasana pasar dan jalanan yang ramai. Selain mencicipi jajanannya, saya juga suka memperhatikan orang-orang. Cara mereka berpakaian, berbicara, berinteraksi, merokok, minum, makan, hingga mengumpat. Tapi di waktu-waktu tertentu saya sangat suka hal-hal yang sunyi. Jika begitu, saya bisa berhari-hari berada di dalam kamar sekadar main games, baca buku, menulis, dan nonton film. Saya hanya akan keluar menjelang tengah malam hanya untuk membeli stok makanan dan minuman. Nongkrong sebentar dan kembali ke kamar.
Saya tidak menyukai film bergenre thriller dan monster
sejenis Jurassic Park, Shark dan lain-lain. Saya juga menghindari film yang
bertema hewan peliharaan. Tiap nonton film jenis itu saya selalu teringat-ingat
kucing saya yang bernama Nyilnyil, yang hingga detik ini tidak diketahui
bagaimana nasibnya, akibat dari keteledoran saya.